Saturday, May 14, 2011

ada 1 kisah...!!!

Surat Ibu Kepada Anak Derhaka

Wahai Anakku!
Inilah surat dari ibumu yang lemah, yang ditulis dengan penuh rasa malu setelah
lama mengalami keraguan dan kebimbangan. Ibu pegang penanya berkali-kali lantas terhenti,
dan ibu letakkan lagi pena itu karena air mata berlinang berkali-kali yang disusul
dengan rintihan hati.

Wahai Anakku!
Sesudah perjalanan waktu yang panjang, ibu rasa engkau sudah dewasa dan
memiliki akal sempurna maupun jiwa yang matang. Sedangkan ibu punya hak atas dirimu,
maka bacalah sepucuk surat ini; dan jika tidak berkenan robek-robeklah
sebagaimana engkau telah merobek-robek hati ibu.

Wahai Anakku!

Dua puluh lima tahun yang lalu adalah hari yang begitu membahagiakan hidup ibu.
Ketika dokter memberitahu ibu, ibu sedang mengandung. Semua ibu tentu mengetahui makna
ungkapan itu, yakni terhimpunnya kebahagiaan dan kegembiraan,
serta awal perjuangan seiring dengan adanya berbagai perubahan fisik maupun psikis.
Sesudah berita gembira itu ibu peroleh, dengan senang hati, ibu mengandungmu selama
sembilan bulan. Ibu berdiri, tidur, makan dan bernafas dengan susah payah.
Namun itu semua tidak menyebabkan surutnya cinta ibu padamu dan
kebahagiaan ibu menyambut kehadiranmu. Bahkan rasa cinta dan kerinduan ibu
padamu tumbuh subur dan berkembang hari demi hari. Ibu mengandungmu dalam kondisi yang lemah
dan bertambah lemah, payah dan bertambah payah. Ibu sangat bahagia meski
bobotmu semakin berat, padahal kehamilan itu sangat berat bagi ibu.
Itulah perjuangan yang akan disusul dengan cahaya fajar kebahagiaan
setelah berlalunya malam panjang, yang membuat ibu tidak bisa tidur dan
kelopak mata ibu tak bisa terpejam. Ibu merasakan derita yang sangat,
rasa takut dan cemas yang tak bisa dilukiskan dengan pena dan tak sanggup diungkapkan dengan retorika lisan. Ibu telah berkali-kali melihat kematian dengan mata kepala ibu sendiri,
sehingga akhirnya engkau lahir ke dunia ini. Air mata tangismu yang bercampur dengan air mata kegembiraan ibu telah menghapus seluruh derita dan luka yang ibu rasakan.

Wahai Anakku!
Telah berlalu tahun demi tahun dari usiamu, dan dirimu selalu ibu bawa dalam hati ibu.
Ibu memandikanmu dengan kedua tangan ibu. Pangkuan ibu sebagai bantalmu.
Dada ibu sebagai makananmu. Ibu berjaga semalaman agar engkau bisa tidur.
Ibu susuri siang hari dengan keletihan demi kebahagiaanmu. Dambaan ibu tiap hari adalah
melihatmu tersenyum. Dan idaman ibu setiap saat adalah engkau meminta sesuatu yang
ibu sanggup lakukan untukmu. Itulah puncak kebahagiaan ibu.

Itulah hari-hari dan malam yang ibu lalui sebagai pelayan yang tak pernah
menyia-nyiakanmu sedikit pun. Sebagai wanita yang menyusuimu tiada henti,
dan sebagai pekerja yang tak pernah putus hingga engkau tumbuh dan menjadi seorang remaja.
Dan mulailah nampak tanda-tanda kedewasaanmu. Ketika itu pula, ibu kesana kemari
mencarikan calon pasangan hidupmu yang kau inginkan. Lalu tibalah saat pernikahanmu.
Denyut jantung ibu terasa berhenti dan air mata ibu deras bercucuran karena gembira
melihat hidup barumu dan karena sedih berpisah denganmu.

Saat-saat yang begitu berat telah lewat. Namun engkau seolah bukan lagi anak ibu,
seperti yang ibu kenal selama ini. Sungguh engkau telah mengabaikan diri ibu dan tidak
mempedulikan hak-hak ibu. Hari-hari berlalu dan ibu tidak lagi melihatmu dan tidak
pula mendengar suaramu. Engkau masa bodoh kepada ibu yang selama ini menjadi
pelayan yang mengurusimu.

Wahai Anakku!
Ibu tidak meminta apa pun selain posisikanlah diri ibu ini seperti kawan-kawanmu yang terdekat denganmu. Jadikanlah ibu sebagai salah satu terminal hidupmu sehari-hari,
sehingga ibu dapat melihatmu meskipun sekejap.

Wahai Anakku!
Punggung ibu telah bongkok. Anggota tubuh ibu telah gemetaran. Beragam penyakit
telah membuat ibu semakin ringkih. Rasa sakit senantiasa mendera ibu. Ibu sudah
susah untuk berdiri maupun duduk, namun hati ibu masih sayang padamu. Andaikan
ada seseorang yang memuliakanmu sehari, tentu engkau akan memuji kebaikannya dan
keelokan budinya. Padahal, ibumu ini telah benar-benar berbuat baik kepadamu,
namun engkau tak melihatnya dan tak mau membalas kebaikannya. Ibumu telah
menjadi pelayanmu dan telah mengurusmu bertahun-tahun. Lantas manakah balas budi dan
hak ibu yang harus engkau tunaikan? Sekeras itukah hatimu? Apakah hari-hari sibukmu
telah menyita seluruh waktumu?

Wahai Anakku!
Ibu merasakan kebahagiaan dan kegembiraan bertambah saat melihatmu hidup bahagia,
karena engkau adalah buah hati ibu. Apa salah ibu sehingga engkau memusuhi ibu,
tak suka melihat ibu, dan engkau merasa berat untuk mengunjungi ibu? Apakah ibu
pernah berbuat salah padamu atau pelayanan ibu kurang memuaskanmu? Jadikanlah
ibu seperti pelayan-pelayanmu yang engkau beri upah. Curahkanlah setitik kasih sayangmu. Renungkanlah jasa ibu dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah amat menyukai orang-orang
yang berbuat baik.

Wahai Anakku!
Ibu sangat berharap bisa bersua denganmu. Ibu tak ingin apapun selain itu. Biarkanlah
ibu melihat muramnya wajahmu dan episod-episod kemarahanmu.

Wahai Anakku!
Sisakan peluang di hatimu untuk berlembut-lembut dengan seorang wanita renta,
yang diliputi kerinduan dan dirundung kesedihan ini. Yang menjadikan kedukaan
sebagai makanannya dan kesedihan sebagai selimutnya. Engkau cucurkan air matanya.
Engkau membuat sedih hatinya dan engkau memutuskan hubungan dengannya.
Ibu tidak mengeluhkan kepedihan dan kesedihan ibu kehadirat-Nya, karena jika ibu
adukan perkara ini ke atas awan dan ke pintu gerbang langit sana, ibu khawatir hukuman akan menimpamu, dan musibah akan terjadi dalam rumah tanggamu, lantaran kedurhakaanmu.
Karena ibu teringat peringatan junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

"Maukah kalian aku sampaikan tentang dosa yang terbesar?" 
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengucapkannya tiga kali. 
Para sahabat menjawab, "Ya, wahai Rasulullah". Beliau bersabda,

"Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." (HR. Bukhari).

"Tidak masuk surga orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya." (HR. Ahmad).

"Tiga golongan orang yang tidak akan dilihat (dengan pandangan rahmat) 

oleh Allah pada hari kiamat; orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, 
orang yang suka minum minuman keras, orang yang suka mengungkit pemberiannya." 
(HR. Nasaai dan dinyatakan shahih oleh Albani).

"Terlaknat orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya." (HR. 

Hakim dan Thobrani serta dinyatakan shahih oleh Albani dalam 
Shahih at-Targhib wat-Tarhib, 2/334).

Tidak, ibu tidak menginginkan itu. 

Engkau tetap menjadi buah hati dan hiasan dunia ibu.



Camkanlah wahai Anakku!
Ketuaan mulai nampak dalam belahan rambutmu. Tahun demi tahun akan berlalu,
dan engkau akan menjadi tua renta, sedangkan setiap perbuatan pasti akan dibalas setimpal.
Engkau akan menulis surat kepada setiap anak-anakmu dengan cucuran air mata,
sebagaimana yang ibu tulis untukmu.
Dan di sisi Allah, akan bertemu orang-orang yang berselisih, hai Anakku.
Maka bertakwalah engkau kepada Allah terhadap ibumu. Usaplah air matanya dan
hiburlah agar kesedihannya sirna.
Robek-robeklah surat ini setelah engkau membacanya. Namun ketahuilah,
siapa saja yang beramal soleh, maka kesolehan itu buat dirinya sendiri, dan
siapa yang berbuat jahat, maka balasan buruk bakal menimpanya.

"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, 
dan barangsiapa berbuat jahat, maka (dosanya) menjadi tanggungannya sendiri. 
Dan Rabbmu sekali-kali tidaklah menzalimi hamba-hamba-Nya." (QS. Fushshilat: 46). 

Bahan rujukan: Qashash Mu’atstsirah fi Birr wa ‘Uquqil Walidain (terjemahan) 
karya Fathurrahman Muhammad Jamil, dan lain-lain. (Al Fikrah)

No comments:

Post a Comment